Model
Pegambilan Keputusan
Model adalah
percontohan yang mengandung unsur yang bersifat penyederhanaan untuk dapat
ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan suatu
proses berurutan yang memerlukan penggunaan model secara cepat dan benar.
Pentingnya
model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
Untuk
mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada
relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu.
Untuk
memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara
unsur-unsur itu.
Untuk
merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antar variabel.
Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
Untuk
memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
Dalam
analisis pengambilan keputusan ini ternyata semuanya menggunakan model paling
tidak secara implisit. Mengenai hal ini Hovey, memberikan contoh
mengenai pengecatan gedung sekolah.
1.
Pengecatan gedung sekolah yang kotor dan tidak merata, secara tidak langsung
dapat berakibat kurangnya konsentrasi belajar para siswanya.
2.
Pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor pun, secara tidak
langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi mengajar para guru sekolah yang
bersangkutan.
3.
Begitu pula pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor, akhirnya
justru akan menyebabkan sekolah terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih banyak
lagi.
4.
Pengecatan yang baik dan benar, perlu dilakukkan dengan perubahan warna setiap
dua tahun sekali. Pengecatan dengan cara demikian itu akan meningkatkan
konsentrasi belajar para siswa dan mengajar para guru sekolah yang
bersangkutan.
5.
Pengecatan gedung sekolah itu ada dalam keadaan baik dan tepat, apabila
dilakukan setiap dua tahun sekali.
Dari uraian
tersebut, empat butir pertama masing-masing mendasarkan diri pada model yang
berbeda, tetapi secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara pengecatan
dan pendidikan atau pelaksanaan pendidikan. Model kelima merupakan praktik
pengecatan itu sendiri (sebaiknya dilakukan dua tahun sekali).
Alasan-alasan
yang dikemukakan pada butir (1) dan (2) dapat dibenarkan oleh yayasan sekolah.
Butir (3) merupakan model penarikan kesimpulan secara teknis mengenai hubungan
antara pengecatan dan struktur, jadi diluar prinsip-prinsip keahlian. Butir (1)
dan (2) menghubungkan antara pengecatan dengan pelaksanaan kegiatan siswa dan
kegiatan guru.
Pada
umumnya, semua model itu mempunyai aspek-aspek tertentu masing-masing adalah
idealisasi, atau abstraksi dari bagian dunia nyata (praktik nyata), atau dengan
kata yang lebih tepat dan jelas imitasi dari kenyataan, mengenai hal ini Olaf
Helmer menyatakan bahwa: karakteristik dari konstruksi. Model adalah
abstraksi; elemen-elemen tertentu dari situasi yang mungkin dapat membantu
seseorang menganalisis keputusan dan memahaminya dengan lebih baik. Untuk
mengadakan abstraksi, maka pembuatan model sering kali dapat meliputi perubahan
konseptual. Setiap unsure dari situasi nyata merupakan tiruan dengan
menggunakan sasaran matematika atau sasaran fisik.
Hubungannya
dengan unsur lain mencerminkan adanya kekayaan atau peralatan dan hubungan lain
berupa tiruan. Sebagai contoh, system lalu lintas kota dapat dibuat tiruannya
dengan membuat miniature yang menggambarkan adanya jaringan-jaringan, jalan-jalan,
rambu-rambu lalu lintas, beserta kendaraan persis seperti sesungguhnya.
Jika para
analis membuat model, mereka biasanya melakukan hal itu supaya dapat menetapkan
tindakan yang paling tepat dalam situasi tertentu. Kemudian digunakan untuk
memberikan saran bagi pembuat keputusan. Dengan demikian pada hakikatnya model
itu merupakan pengganti hal yang nyata, mewakili kejadian sesungguhnya, dengan
harapan agar dapat mengatasi masalah apabila timbul masalah yang sesungguhnya.
Model ini sendiri dibuat dengan menyesuaikan pada situasi dimana model itu akan
dibuat. Di samping itu, model pun dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan model
itu sendiri.
Pembuatan
dan penggunaan model menurut Kast, memberikan kerangka
pengelolaan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi
atau system yang kompleks. Jadi dengan menggunakan model situasi yang kompleks
disederhanakan tanpa penghilangan hal-hal yang esensial dengan tujuan untuk
memudahkan pemahaman.
Berdasarkan pendekatan ilmu manajemen untuk memecahkan
masalah digunakan model matematika dalam menyajikan system menjadi lebih
sederhana dan lebih mudah dipahaminya. Pada umumnya model itu memberikan sarana
abstrak untuk membantu komunikasi. Bahasa itu sendiri merupakan proses
abstraksi, sedangkan matematika merupakan bahasa simbolik khusus.
Sumber : http://andri88-blog.blogspot.com/2009/09/model-pengambilan-keputusan.html
Jenis Pengambilan Keputusan
- Keputusan
terprogram
Keputusan
terprogram adalah suatu berkaitan dengan persoalan yang
sudah diketahui sebelumnya, keputusan ini menggunakan teknik dan standar tertentu
dalam menangani urusan rutin dan dapat diprogram secara
otomatis. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada
manjemen tingkat bawah.
- Keputusan
tidak terprogram
Keputusan
tidak terprogram adalah persoalan baru (tidak diketahui sebelumnya), parameter
rumit (tidak tersedia), mengandalkan intuisi dan pengalaman, tidak
melibatkan permasalahan rutin yang memerlukan solusi secara rinci pada situasi
yang ada.
keputusan
yang tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini
terjadi di manajemen tingkat atas.Informasi untuk pengambilan keputusan tidak
terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya
berasal dari lingkungan luar.
Sumber : http://selalucintaindonesia.wordpress.com/2012/04/11/jenis-pengambilan-keputusan/
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Para ahli berbeda dengan pemula berkenaan dengan latar belakang pengetahuan mereka, memori untuk materi yang berkaitan dengan tugas, metode representasi masalah, pendekatan pemecahan masalah, keluasan elaborasi keadaan awal, kecepatan dan ketepatan, dan keterampilan metakognitif.
Pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh mental set (sehingga kita mencoba menerapkan strategi solusi yang sama, meskipun strategi lainnya dianggap lebih efektif), dan functional fixedness (yang mana kita menentukan penggunaan secara tetap objek-objek tertentu, walaupun objek-objek tersebut dapat digunakan untuk tugas lainnya). Dalam penanganan masalah, pemrosesan top-down dianggap berlebihan, meski strategi yang diterapkan pada dasarnya rasional.
Masalah insight dapat diselesaikan bila kiat-kiat penanganannya dapat diketahui; sedangkan masalah non-insight diselesaikan secara bertahap, menggunakan keterampilan penalaran. Pemrosesan top-down dianggap overactive dalam masalah insight, tetapi membantu secara tepat dalam masalah non-insight.
Penelitian metakognisi menunjukkan bahwa rasa percaya diri meningkat secara bertahap untuk masalah non-insight; rasa percaya diri anda pada masalah insight pada awalnya rendah, tetapi tiba-tiba meningkat ketika anda menyelesaikan masalah.
Untuk masalah non-insight, kinerja dapat ditingkatkan atau tidak terpengaruh jika strateginya disuarakan; sebaliknya, kinerja pada masalah insight menjadi kacau jika strateginya disuarakan; hemispherik secara khusus dapat menjelaskan perbedaan itu.
Para ahli berbeda dengan pemula berkenaan dengan latar belakang pengetahuan mereka, memori untuk materi yang berkaitan dengan tugas, metode representasi masalah, pendekatan pemecahan masalah, keluasan elaborasi keadaan awal, kecepatan dan ketepatan, dan keterampilan metakognitif.
Pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh mental set (sehingga kita mencoba menerapkan strategi solusi yang sama, meskipun strategi lainnya dianggap lebih efektif), dan functional fixedness (yang mana kita menentukan penggunaan secara tetap objek-objek tertentu, walaupun objek-objek tersebut dapat digunakan untuk tugas lainnya). Dalam penanganan masalah, pemrosesan top-down dianggap berlebihan, meski strategi yang diterapkan pada dasarnya rasional.
Masalah insight dapat diselesaikan bila kiat-kiat penanganannya dapat diketahui; sedangkan masalah non-insight diselesaikan secara bertahap, menggunakan keterampilan penalaran. Pemrosesan top-down dianggap overactive dalam masalah insight, tetapi membantu secara tepat dalam masalah non-insight.
Penelitian metakognisi menunjukkan bahwa rasa percaya diri meningkat secara bertahap untuk masalah non-insight; rasa percaya diri anda pada masalah insight pada awalnya rendah, tetapi tiba-tiba meningkat ketika anda menyelesaikan masalah.
Untuk masalah non-insight, kinerja dapat ditingkatkan atau tidak terpengaruh jika strateginya disuarakan; sebaliknya, kinerja pada masalah insight menjadi kacau jika strateginya disuarakan; hemispherik secara khusus dapat menjelaskan perbedaan itu.
Sumber : http://kadirraea.blogspot.com/2008/06/pemecahan-masalah-matlin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar