Jumat, 12 Oktober 2012


Model Pegambilan Keputusan

Model adalah percontohan yang mengandung unsur yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan  suatu proses berurutan yang memerlukan penggunaan model secara cepat dan benar.
Pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
   Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu.
   Untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur itu.
   Untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antar variabel. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
   Untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
 

Dalam analisis pengambilan keputusan ini ternyata semuanya menggunakan model paling tidak secara implisit. Mengenai hal ini Hovey, memberikan contoh mengenai pengecatan gedung sekolah.
1.      Pengecatan gedung sekolah yang kotor dan tidak merata, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi belajar para siswanya.
2.      Pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor pun, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
3.      Begitu pula pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor, akhirnya justru akan menyebabkan sekolah terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi.
4.      Pengecatan yang baik dan benar, perlu dilakukkan dengan perubahan warna setiap dua tahun sekali. Pengecatan dengan cara demikian itu akan meningkatkan konsentrasi belajar para siswa dan mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
5.      Pengecatan gedung sekolah itu ada dalam keadaan baik dan tepat, apabila dilakukan setiap dua tahun sekali.
Dari uraian tersebut, empat butir pertama masing-masing mendasarkan diri pada model yang berbeda, tetapi secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara pengecatan dan pendidikan atau pelaksanaan pendidikan. Model kelima merupakan praktik pengecatan itu sendiri (sebaiknya dilakukan dua tahun sekali).
Alasan-alasan yang dikemukakan pada butir (1) dan (2) dapat dibenarkan oleh yayasan sekolah. Butir (3) merupakan model penarikan kesimpulan secara teknis mengenai hubungan antara pengecatan dan struktur, jadi diluar prinsip-prinsip keahlian. Butir (1) dan (2) menghubungkan antara pengecatan dengan pelaksanaan kegiatan siswa dan kegiatan guru.
Pada umumnya, semua model itu mempunyai aspek-aspek tertentu masing-masing adalah idealisasi, atau abstraksi dari bagian dunia nyata (praktik nyata), atau dengan kata yang lebih tepat dan jelas imitasi dari kenyataan, mengenai hal ini Olaf Helmer menyatakan bahwa: karakteristik dari konstruksi. Model adalah abstraksi; elemen-elemen tertentu dari situasi yang mungkin dapat membantu seseorang menganalisis keputusan dan memahaminya dengan lebih baik. Untuk mengadakan abstraksi, maka pembuatan model sering kali dapat meliputi perubahan konseptual. Setiap unsure dari situasi nyata merupakan tiruan dengan menggunakan sasaran matematika atau sasaran fisik.
Hubungannya dengan unsur lain mencerminkan adanya kekayaan atau peralatan dan hubungan lain berupa tiruan. Sebagai contoh, system lalu lintas kota dapat dibuat tiruannya dengan membuat miniature yang menggambarkan adanya jaringan-jaringan, jalan-jalan, rambu-rambu lalu lintas, beserta kendaraan persis seperti sesungguhnya.
Jika para analis membuat model, mereka biasanya melakukan hal itu supaya dapat menetapkan tindakan yang paling tepat dalam situasi tertentu. Kemudian digunakan untuk memberikan saran bagi pembuat keputusan. Dengan demikian pada hakikatnya model itu merupakan pengganti hal yang nyata, mewakili kejadian sesungguhnya, dengan harapan agar dapat mengatasi masalah apabila timbul masalah yang sesungguhnya. Model ini sendiri dibuat dengan menyesuaikan pada situasi dimana model itu akan dibuat. Di samping itu, model pun dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan model itu sendiri.
Pembuatan dan penggunaan model menurut Kast, memberikan kerangka pengelolaan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan menggunakan model situasi yang kompleks disederhanakan tanpa penghilangan hal-hal yang esensial dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman.

Berdasarkan pendekatan ilmu manajemen untuk memecahkan masalah digunakan model matematika dalam menyajikan system menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dipahaminya. Pada umumnya model itu memberikan sarana abstrak untuk membantu komunikasi. Bahasa itu sendiri merupakan proses abstraksi, sedangkan matematika merupakan bahasa simbolik khusus.
Sumber : http://andri88-blog.blogspot.com/2009/09/model-pengambilan-keputusan.html

Jenis Pengambilan Keputusan

- Keputusan terprogram
Keputusan terprogram adalah suatu berkaitan dengan persoalan yang sudah diketahui sebelumnya, keputusan ini menggunakan teknik dan standar tertentu dalam menangani urusan rutin dan dapat diprogram secara otomatis. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manjemen tingkat bawah.

- Keputusan tidak terprogram
Keputusan tidak terprogram adalah persoalan baru (tidak diketahui sebelumnya), parameter rumit (tidak tersedia), mengandalkan intuisi dan pengalaman, tidak melibatkan permasalahan rutin yang memerlukan solusi secara rinci pada situasi yang ada.
keputusan yang tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas.Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.

Sumber : http://selalucintaindonesia.wordpress.com/2012/04/11/jenis-pengambilan-keputusan/

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Para ahli berbeda dengan pemula berkenaan dengan latar belakang pengetahuan mereka, memori untuk materi yang berkaitan dengan tugas, metode representasi masalah, pendekatan pemecahan masalah, keluasan elaborasi keadaan awal, kecepatan dan ketepatan, dan keterampilan metakognitif.
Pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh mental set (sehingga kita mencoba menerapkan strategi solusi yang sama, meskipun strategi lainnya dianggap lebih efektif), dan functional fixedness (yang mana kita menentukan penggunaan secara tetap objek-objek tertentu, walaupun objek-objek tersebut dapat digunakan untuk tugas lainnya). Dalam penanganan masalah, pemrosesan top-down dianggap berlebihan, meski strategi yang diterapkan pada dasarnya rasional.
Masalah insight dapat diselesaikan bila kiat-kiat penanganannya dapat diketahui; sedangkan masalah non-insight diselesaikan secara bertahap, menggunakan keterampilan penalaran. Pemrosesan top-down dianggap overactive dalam masalah insight, tetapi membantu secara tepat dalam masalah non-insight.
Penelitian metakognisi menunjukkan bahwa rasa percaya diri meningkat secara bertahap untuk masalah non-insight; rasa percaya diri anda pada masalah insight pada awalnya rendah, tetapi tiba-tiba meningkat ketika anda menyelesaikan masalah.
Untuk masalah non-insight, kinerja dapat ditingkatkan atau tidak terpengaruh jika strateginya disuarakan; sebaliknya, kinerja pada masalah insight menjadi kacau jika strateginya disuarakan; hemispherik secara khusus dapat menjelaskan perbedaan itu.

Sumber : http://kadirraea.blogspot.com/2008/06/pemecahan-masalah-matlin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar